Biaya untuk membangun gerbang ini sampai 2 milyar,
berbentuk kerucut yang dibelah menjadi 4 bagian. Di tengah- tengah bangunan ini
terdapat patung praja dan wanita praja. Mahalnya cost untuk membangun gerbang
ini bukan tanpa arti, bangunan berbentuk kerucut ini melambangkan gunung yang
di dalamnya terdapat kawah panas yang membara, menggambarkan layaknya legenda
ramayana Gatutkaca yang pernah digodok dalam kawah candradimuka hingga
melahirkan sosok ksatria yang kuat, berjiwa besar, berpegang teguh pada
prinsip, menolong sesama, dan berani membela kebenaran sehingga tempat ini
disebut KESATRIAN (tempat para ksatria), bukan dengan sebutan kampus. Jadi dari
awal ketika saya menginjakkan kaki di kesatrian ini, sudah diperingatkan bahwa
di sini bukan tempat untuk bermanja- manja, bermain, berenjoy- enjoy melainkan
harus siap digembleng, ditempa, digodok, melepaskan atribut sebagai anak
bupati, gubernur bahkan jendral sekalipun untuk menjadi sosok Satrio Piningit,
para kader aparatur negara yang diharapkan menjadi birokrat dan negarawan di
masa yang akan datang. Namanya digodok, tentu panas, melelahkan, sakit, tidak
semua bisa bertahan, dan tentu bukan merupakan tempat yang nyaman di bumi ini.
Yang awal- awalnya saat masih duduk di bangku SMA masih culun, gagap, banci,
jalan kaya putri solo, pengecut, penakut, mental tempe, krempeng, gak berbentuk
layaknya kucing kelaparan, setelah mengalami proses di sini,keluar gerbang
wajib berubah menjadi Singa yang buas tapi baik hati.
Gunung
Manglayang
Puncaknya bisa disaksikan dengn jelas tatkala kita berdiri di depan gerbang .
Jadi seakan- akan kesatrian ini berkiblat ke arah gunung manglayang, karena
masih berada di area pegunungan maka kesatrian ini memiliki kemiringan 10- 15
derajat sekaligus merupakan keunikan tersendiri yang menjadikan kampus ini
pernah menyandang gelar sebagai kampus termegah se Asia Tenggara. Bagi yang
tidak terbiasa olah raga, dipersilahkan berjalan saja (gak usah lari) memutari
1 ksatrain, pasti encok, reumatik pegelinunya kumat. Karena terletak di
kaki Manglayang, maka Kesatrian IPDN sering disebut kawah candra dimuka lembah
Manglayang. Ketinggian Manglayang sekitar 1800 mdpl ini sering digunakan oleh
praja dalam berbagai wahana kegiatan, salah satunya agenda Pembaretan
(Pengambilan Baret) dan pengambilan Lencana Korps Praja setiap tahunnya.
Puncak aslinya terlatak di belakang puncak bayangan yang tampak pada gambar,
ketika ditarik garis lurus, maka akan menunjukkan sejajar dari gerbang sampai
puncak manglayang. Filosofinya adalah Praja harus mempunyai cita- cita yang
tinggi dan harus dapat mencapai puncak dari apa yang menjadi harapan dan amanat
negara.
Kesatrian
Berbentuk Pena
Bila dilihat dari satelit maka akan tampak seperti gambar berikut. Kesatrian
seluas 280 hektar ini memang sudah dirancang sedemikian rupa, menggambarkan
senjata seorang pamong dalam bertugas adalah pena dalam artian melalui
kebijakan, keberanian untuk menetapkan keputusan dan cerdas dalam memecahkan
persoalan yang dihadapi. Melihat kondisi sekarang, musuh kita tidak menjajah
dengan fisik, senapan dan sebagainya melainkan dengan belenggu ekonomi, moral,
diplomasi, budaya, gaya hidup yang sudah tidak sesuai dengan ideologi kita.
Maka filosofi pena di sini adalah tugas pokok Praja adalah belajar, menuntut
ilmu setinggi- tingginya tentang berbagai macam kebutuhan negara baik di masa
sekarang maupun masa depan. Sistem pendidikan di IPDN terdiri dari 3 aspek,
yaitu pengajaran, pelatihan dan pengasuhan.
Aspek pengajaran yaitu transfer knowledge, seperti halnya perkuliahan di
universitas lain. Materi yang dipelajari mencakup segala macam aspek pendukung
pemerintahan mulai dari ekonomi, keuangan, politik, kebijakan dll dengan
prinsip generalis bukan specialis dengan harapan praja mengetahui segala aspek
pemerintahan dan siap ditempatkan dalam segala bidang pemerintahan.
Aspek Pelatihan yaitu transfer skill. Selain tau teori, Praja harus ahli dalam
prakteknya.
Aspek Pengasuhan yaitu penanaman sikap kepamongan mulai dari loyal, disiplin,
respect, sigap, tanggap, berani, jujur, kepemimpinan ASTHA BRATA, kerapian
performance dan berdedikasi. Semua unsur tadi mendapat penilaian dari pihak
pengasuh/ pembina. Terdapat reward untuk yang berprestasi dan punishment yang
mendidik bagi Praja yang melakukan kesalahan.
Ketiga aspek tadi masing- masing memiliki nilai dan setiap semester nilai tadi
diterbitkan. Total dari SKS yang harus ditempuh praja selama 4 tahun adalah 254
SKS. Melihat bobroknya mental oknum pejabat di Indonesia, banyak yang pintar
tapi tidak tau arah, diharapkan Praja bisa menciptakan pembaharuan dalam
birokrasi, berpegang teguh pada prinsip prinsip tidak hanya pintar tapi terlebih
mempunyai sikap dan akhlak yang baik.
Pohon dan
Bendera Serba Berjumlah 17 di Sekitar Lapangan Parade
Kenapa 17?...Pasti semua dapat
menebak,,,,,,ya anda betul sekali. Angka keramat yang menunjukkan tanggal kemerdekaan
Negara Indonesia.
Kelapa Sawit
Yang Tertanam di Sekitar Jalan Protokol dan Anak Tangga
Berjumlah 45 buah tertanam rapi dan rindang sebagai peneduh bagi siapa saja
yang berjalan di bawah naungannya. Dan jumlah anak tangga di seluruh kesatrian
IPDN berjumlah 1945 buah. Siapa yang mau membuktikan, dengan senang hati
silakan hitung mulai dari jumlah anak tangga semua barak, Set Bawah, Tangga
Seribu, Gedung Nusantara dan Balairung.
Pohon Cemara
di Plasa Mensa
Karena bulan kemerdekaan kita adalah Agustus, tentu jumlahnya ada 8 buah. Jadi
kalau digabung mulai dari bendera, kelapa sawit, anak tangga dan pohon pinus,
menunjukkan hari proklamasi Indonesia yang sangat bersejarah yaitu 17 Agustus
1945.
“Bhineka
Nara Eka Bhakti”
Bhineka yang berarti keanekaragaman, terbukti dengan hadirnya berbagai macam
suku etnis, budaya, agama, warna kulit dari sabang sampai merauke bisa ditemui
di IPDN. Hampir setiap putra daerah perwakilan kabupaten se Indonesia
ada, mulai dari abang, mas, uni, mbakyu, mpok, akang, kakak, daeng lengkaplah
sudah. Kita akan tau kemajemukan, watak, sifat dan keunikan rekan- rekan se
Indonesia . Maka bisa dikatakan miniaturnya Indonesia adalah IPDN, mana ada kampus
di Indonesia selengkap ini hayo, inilah lem perekat bangsa, diharapkan nantinya
ketika Praja bertugas, bisa menjadi pelopor garda terdepan dalam rangka menjaga
keutuhan NKRI bersama Taruna Akabri dan Akpol, peningkatan nasionalisme dan
merekatkan kembali sendi- sendi kelemahan di daerahnya yang merupakan titik
pecahnya persatuan dan kesatuan. Kalau ingin belajar memimpin Indonesia, bisa
di implementasikan di kampus ini, tidak semua sejalan dengan pemikiran kita,
kadang ribet juga. Lawong sesama suku saja masih sering terjadi salah faham,
apalagi memimpin orang yang memiliki latar belakang berbeda. Maka dari itu,
tidah mudah bisa memimpin Indonesia tapi tidak ada yang tidak mungkin.
Keberagaman bukanlah merupakan suatu kelemahan, tapi harus dapat dijadikan
suatu power bagi bangsa ini. Maka semboyan “Bhineka nara eka Bhakti” mempunyai
filosofi keaneka ragaman, tapi satu pengabdian untuk Indonesia.
Abdi Praja,
Dharma Satya, Nagara Bhakti
Tulisan semboyan ini terpampang jelas dan besar di samping kanan kiri lapangan
parade. Setiap praja harus tulus mengabdi, dengan ikhlas menyerahkan jiwa
raganya untuk setia dan berbakti kepada negara Indonesia.
Lapangan
Parade
Rumputnya memang kualitas 1, tapi jangan salah, ini bukan lapangan sepak bola
melainkan tempat yang sakral untuk menanamkan, memupuk dan pembinaan mental,
fisik, kejuangan dan kebangsaan. Lapangan parade ini biasa digunakan untuk upacara,
peringatan hari besar, penyambutan tamu negara dan apel – apel tertentu. Hijau
rumput ini menjadi saksi bisu tangis haru para lulusan IPDN saat dilantik
Presiden RI dari masa ke masa menjadi Pamong Praja Muda.
Tangga
Seribu
Membentang dari Lapangan Parade hingga gedung nusantara. Tapi tangga ini bukan
untuk dilewati karena terdapat filosofi nilai perjuangan bangsa Indonesia yang
harus dihormati. Ada doktrin dari senior, “Bila kamu melewati tangga ini satu
langkah, maka kamu harus mundur 2 langkah”. Intinya tangga ini dibuat bukan
untuk dilewati melainkan tempat sakral yang mengingatkan tentang bagaimana
sulitnya merebut kemerdekaan. Tepat di samping tangga ini terdapat kelas di
mana nama- nama kelas adalah mencerminkan nama kerajaan se Indonesia yang
berusaha menyatukan seluruh bagian di Indonesia dan berjuang melawan
penjajahan. Mulai nama kerajaan besar Majapahit, Mataram, Sriwijawa,
Padjajaran, Kutai, Kediri, Demak sampai kerajaan kecil seperti Kutamaya, Bone,
Trenggano dll. Kelas ini berjajar mengiringi tangga seribu sampai atas menuju
gedung nusantara sebagai puncaknya. Sehingga mengandung maksud kemerdekaan Indonesia
ini melalui perjuangan yang sangat panjang, lama, penuh penderitaan,
kesengsaraan rakyat, dan tidak mudah. Perlawanan terhadap penjajah dari
berbagai penjuru daerah dan kerajaan hingga akhirnya tercapailah cita- cita
leluhur kita, satu kesatuan yaitu “Nusantara”.
Nama Barak
adalah “Nusantara”
Terdapat 33 barak (asrama) sebagai tempat tinggal Praja. Untuk membedakan barak
satu dengan lainnya diberi nama Nusantara 1 – Nusantara 33. Dalam satu barak
diacak dan terdapat perwakilan tiap provinsi se Indonesia sehingga diharapkan
terjadi integrasi, bisa memahami karakter, sifat, watak dan perilaku budaya di
Indonesia. Proses Integrasi ini tidaklah mudah, kalau hanya kenalan semua pasti
bisa. Tapi kalau sampai pada tahap memahami, saling menolong, Ambeg Paramaarta
(mendahulukan kepentingan umum di atas pribadi) memerlukan proses dan
waktu. Maka selalu ditanamkan yang dinamakan korsa (satu sepenanggungan) agar
terjadi kesatuan dan rasa saling memiliki antar sesama.
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar